"Gas, Bisa tolong ambilkan Obeng dan pedal yang baru untuk Ayah?" Perintah Ayah kepada Bagas yang tengah asyik memainkan Play Station protable-nya diatas sofa hijau.
"Ada dimana, Yah?" Tanyanya balik.
"Di kotak perkakas Ayah, di bawah meja, Gas"
"Okay!" Bagas pun segera mengambil barang-barang yang dibutuhkan oleh Ayahnya. Ya, ayah Bagas terlihat sibuk dengan sepeda butut milik pelanggan yang tengah masuk bengkelnya. Sepeda itu terlihat usang dan karatan. Banyak bagian dari dari sepeda tersebut yang harus diganti dan dibetulkan agar bisa difungsikan seperti sedia kala.
"Ini, Yah." Bocah lelaki itu menghampiri Ayahnya. "Hmmm… sepeda ini punya siapa, yah?"
Bagas melihat Ayahnya menoleh sebentar. Letih, hanya itu yang tergambar jelas diraut wajah ayahnya. Bagas tahu, Ayahnya adalah pekerja keras yang pantang menyerah. Kecintaannya pada sepeda membuat dirinya menjadi seorang atlet sepeda yang handal. Tak hanya sampai disitu, kini, ia juga telah memiliki sebuah bengkel disamping rumah. Walaupun bengkel sepeda tersebut tidak terlalu besar alias sederhana, perkakar dan perlengkapannya cukup komplit. Terlebih soal pelayanannya, bengkel mikik keluarha Bagas yang bernama AUTOBIKE ini selalu ramai oleh pelanggan setia. Tak heran apabila pendapatan yang dihasilkan mampu membantu keuangan keluarga Bagas, walau tak banyak.
"Sepeda ini milik pak Herman, tetangga baru kita yang tinggal diujung jalan kompleks Sebelah. Kamu kenal, 'kan? Nah, Ayah diminta untuk memperbaikinya."
"Tapi… sepeda ini kelihatannya sudah rusak parah ya? Emangnya masih bisa dibenerin Yah?"
Ayah Bagas mengangkat kedua bahunya, sementara tangannya masih asyik mengutak-atik sepedah didepannya. "Ayah akan memperbaikinya sebisa mungkin, sebab Pak Herman bilang kalau sepeda ini adalah sepeda anak kesayangannya. Sekitar dua minggu lagi, putri semata wayangnya akan berulang tahun dan beliau ingin menghadiahkan ini untuknya."
"Oh, gitu." Bagas manggut-manggut
"Gas, kamu belum mau tidur? Bukannya besok kamu sekolah?"
Bagas menggeleng lemah. "Bagas belum ngantuk, Yah. Biarin aku di sini aja nemenin Ayah. Lagi pula, Ayah 'kan tau sendiri kalau aku bakalan selalu bangun pagi, hehehe…"
"Tapi, ini 'kan sudah pukul 10 malam."
"Aku bakalan tidur kalau Ayah juga mau tidur"
"Ayah belum selesai membetulkam sepedah ini, nak"
"Kenapa Ayah gak lanjutin besok pagi aja? Ini'kan sudah malam, Ayah harus istirahat."
Pria itu tersenyum seraya membetulkan rantai sepeda yang belum terpasang. Kedua tangannya sudah kotor terlumuri oli hitam. Bagas hanya bisa memandanginya dengan lekat.
Kerutan diwajah Ayahnya tergambar jelas. Pria yang sudah menua itu begitu kelelahan dengan segala aktivitas yang dilakukannya. Akan tetapi, semangat dan kerja keras yang tinggi selalu ia junjung demi mencapai keberhasilan. Hal itulah yang memotivasi Bagad agar bisa memiliki daya juang yang tinggi, meski usianya terbilang masih teramat sangat kecil.
"Oh ya, Olive sama Bunda sudah tidur ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Bagas, Ayah malah balik bertanya.
Bagas mengangguk. "Kayaknya udah dari tadi deh, Yah. Kak Olive sama Bunda 'kan habis Shopping Seharian. Pasti mereka capek banget deh, makanya lansung tepar."
Ayah tersenyum. "Kamu bisa aja."
"Ayah…," sahut Bagas manja. Tolong ajarin aku naik sepeda roda dua dong…," pinta Bagas sambil tertunduk malu.
"Wah, kamu ada angin apa ingin belajar naik sepeda? Bukannya kamu paling ogah ya kalo diajarin naik sepeda?"
"Yaa…gak pa-pa, sih. Umur aku sudah 10 tahun, tapi masih aja gak jago naik sepeda roda dua. Lagi pula, aku… cuma ingin Hebat aja kayak Ayah."
Ayah mendongakkan kepalanya. "Apa hebatnya Ayah?"
"Ayah 'kan atlet sepeda. Medalinya juga sudah banyak banget! Nama Ayah pun udah terkenal kemana-mana. Aku heran deh, kenapa aku ga mencontoh jejal Ayah yang sudah sukses kayak gini ya?"
Ayah Bagas hanya tersenyum mendengar ucapan putra bungsunya itu. "Nak, prestasi yang bagus itu ga ada yang instan, loh. Semua orang butuh perjuangan, kerja keras, dan cara yang halal untuk mendapatkannya. Dulu, Ayah harus mati-matian demi mendapatkan banyak gelar juara dalam perlombaan balap sepeda. Ternyata, keringat dan lelah yang Ayah Keluarkan selama ini tidak sia-sia"
"Ayah pernah gagal nggak?" Tanya Bagas lebih lanjut
"Tentu semua orang pernah merasakan yang namanya kegagalan. Demikian juga Ayah. Nah, biarpun begitu, Ayah tetap bangkit berdiri dan meraih yang selama ini dicita-citakan"
"Hmmm… Pantesan Ayah sering banget menjuarai perlombaan balap sepeda."
Ayah tersenyum penuh arti. "Kamu serius mau belajar sepeda?"
Bagas mendongak. Ia memantapkan hatinya matang-matang. Lalu, ia mengangguk cepat. "Gak ada kata terlambat untuk memulai 'kan, Yah?"
Lagi-lagi Ayah tersenyum penuh Arti. Bagas pun membalas senyuman Ayah tak kalah hangat.
~~
"Aduh… anak Bunda abis ngapain nih? Kok bagas keringat kayak gini? Ayah juga…," Ucap Bunda ketika Ayah dan Bagas pulang sehabis latihan sepeda.
"Habis latihan sepeda, Bun. Ada yang mau jadi pembalap sepeda nanti," jawab Ayah sembari mengambil beberapa potong roti dari atas meja.
"Kamu mau seperti Ayah ya, Gas?" Tanya Bunda seraya mengambilkan sepotong roti dan setoples selai cokelat kesukaan Bagas diatas piring.
"Iya dong, Bun!"
"Tumben! Emangnya kamu bisa naik sepeda, Gas?" Tanya Olive kepada Bagas. Olive tak lain dan tak bukan adalah kakak sematawayang Bagas. Umurnya terpaut tiga tahun. Ia adalah sosok yang perhatian dan penyayang.
"Sekarang sih masih belajar, tapi lihat aja nanti, aku pasti bakalan jago naik sepeda"
"Makanya, gak usah sok-sokan ninggalin sepeda bertahun-tahun lamanya deh. Sekarang, giliran kamu mau sepedaan lagi, malah kayak orang baru belajar aja."
"Biarin! Yang penting Aku niat!"
"Wooo… kamu jangan omong aja, Gas! Niat aja gak cukup, usaha juga dong! Kamu harus bisa kasih bukti ke kakak ya!"
"Sudah-sudah. Kenapa jadi debat begini sih? Ayo cepat habiskan sarapan kalian. Setelah itu, jangan lupa mandi ya!"
"SIAP, BUNDAAA!" jawab Ayah, Bagas, Olive secara bersamaan.
"Oh ya, Gas, Ayah boleh minta tolong sama kamu sehabis sarapan?"
"Bisa dong! Mau minta tolong apa, Yah?"
"Setelah ini, tolong kamu antarkam sepeda Pak Herman ke kompleks Pascal timur ya. Ayah udah janji untul mengantarkannya hari ini"
"Siap, komandan!" Jawab Bagas sembari tersenyum. Kemudian, ia segera menghabiskan makanannya. Keluarga kecil penuh dengan keharmonisan itu pun melahap sarapan mereka, diselingi canda tawa yang mengalum bebas disela kunyahan mereka.
~~
Tingtong… Tingtong…
Sebuah rumah di kompleks Pascal Timur dengan pagas berwarna hitam yang sangay tinggi itu terlihat sepi. Seperti tak ada satupun orang yang sedang berada dirumah. Lagi dan lagi, Bagas menekan bel yang terdapat di tembok depan. Tetap tak ada jawaban.
Bagas sampat berfikir untuk pulang saja dan meninggalkam sepeda yang dibawanya itu didepan pagar, tetapinia merasa tidak aman untuk meninggalkan sepeda iru di luar rumah tanpa ada yang menjaga. Bagaimama kalau sepeda itu dicuri orang? Bagaomama kalau hilang? Tentu saja Bagas tak ingin diOmeli Ayah karena sudah melepas tanggung jawabnya.
"Maaf, cari siapa ya?"
Seorang perempuan manis keluar dari rumah. Ia membuka pagar itu. Bagas menoleh seketika.
"Cari pak- Loh, bukannya kamu…"
"Bagas?"
"Chelsea?"
Mereka berdua sama-sama kaget melihat siapa yang berada didepan mereka.
"Eh, ini 'kan sepeda kesayangan aku," ujar Chelsea dengan mata berbinar-binar. Senang rasanya ia melihat sebuah sepeda yang sangat ditunggunya.
"Ini rumahmu, Chels? Sepeda Pink ini juga punya kamu? Kamu amaknya pak Herma" Chelsea ditodomg banyak pertanyaan dari Bagas. Gadis kecil itu hanya tertawa kecil.
"Wahh… sepedaku Lucuuu! Ada pita pink besar didepannya. Kamu yang bikin ya?" Chelsea terkesima. Bukannya menjawab pertanyaan Bagas, ia malah senang Melihat sepedanya yanh dibawa Bagas.
Bagas mengangguk pelan. Ya, sebelum ke rumak yang dituju, Bagas sempat berinisiatif untuk menghias sepeda tersebut dengan sebuah pita pink besar yang kebetulan ia miliki didalam kamarnya. Bagas ingat ketika Ayah berkata bahwa sepeda tersebut akan dihadiahkan untuk anak Pak Herman yang kebetulan sedang berulang Tahun.
"Makasih banyak ya, Gas! Aku suka banget!"
"Sama-sama. Oh ya, aku pulang dulu ya. Aku mau-"
"Yah… kok pulang sih?" Chelsea terlihat kecewa. Ia memonyongkan bibirnya. Padahal, ia ingin sekali bermain dengan Bagas. "Aaahhh… udah deh, gak usah alibi. Yuk, masuk kedalam rumah. Ada banyak makanan enak, loh! Kamu pasti suka!"
Bagas segan, tetapi Chelsea sudah keburu menarik Bagas ke dalam rumahnya.
"Oh ya, Chelsea, selamat ulang Tahun ya!" Ujar Bagas malu-malu.
"Maaf, aku ga Kasih kado apa-apa"
"Thanks ya, Gas, Wuihhh… anggap aja sepeda aku yang kamu bawa itu hadiah dari kamu. Super big thanks!" Chelsea tersenyum manis sekali. Hampir saja Bagas terbuai oleh senyuman Gadis yang berada didepannya itu. Ya, cerita lain daei awal pertemanan seorang laki-laki dan perempuan. Pertemuan tak terduga lainnya dan kedekatan yang tak direncanakan membawa mereka kedalam suatu kata…
To be Continue…
Holllaaaa!! Udah panjang belum:p
Hehe, enjoy yaa! Hope you all Like it!
Don't be a Silent Reader!, kalian bisa kasih komenta/saran/kritik diTwitterku: @ZefanyaCla thxxx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar